Ia disenangi banyak orang sebab keramahannya, serta rajin, dan suka menolong. Muhammad Yunus nama lengkapnya. Anak ke 3 dari 3 bersaudara ini, telah menjadi yatim saat berusia tiga bulan. Saat ini usia Yunus sudah 12 tahun.
Hidup dalam keluarga dengan ekonomi yang pas-pasan (bahkan kekurangan), telah menempa Yunus sehingga memiliki mental yang tangguh.
Termasuk, sempat beberapa kali ia tidak naik kelas. Sedih tentunya. Tapi dengan dukungan Darwi (42), sang ibu, ia berhasil melawan kesedihan itu.
Darwi, saat ini bekerja sebagai tukang sapu di kantor Kecamatan Medan Maimun. Penghasilannya Rp 800 ribu/bulan. Ia sangat ingin anak-anaknya mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Berharap dengan pendidikan dan ilmu yang dimiliki, anak-anaknya bisa hidup lebih baik darinya.
Apapun ia lakukan demi kelangsungan pendidikan anaknya. Sepulang bekerja, guna mencari tambahan menutupi biaya kehidupan keluarga, ia menyempatkan diri memulung barang bekas,. “Saya gak malu cari botot asal anak-anak bisa sekolah. Kan halal,” ujarnya sambil tersenyum.
Secara akademik, Yunus memang tidak sepandai teman-teman seusianya. Namun ia tidak pernah menyerah, minder ataupun malu. Melihat sosok ibunda yang memiliki semangat bak baja, ia pun tak ingin hanya berpangku tangan.
Setiap harinya sepulang sekolah, Yunus yang saat ini duduk di kelas 4SD, menjadi penyemir sepatu di jalanan atau pun tempat-tempat keramaian. Saat momen hari kemerdekaan atau lebaran, Yunus berjualan bendera merah putih dan ketupat lebaran di pinggir jalan.
Saat ini Darwi telah menikah kembali. Namun, walaupun ibunya telah menikah lagi, Yunus tetap mandiri mengurusi dirinya. Apalagi, sering ibunya bekerja hingga malam. Sedang ayah tirinya bekerja serabutan.
Selama ini ada satu yang mengganjal pikiran Darwi. Si bungsu belum dikhitan. Sudah lama sebenarnya ia ingin mengkhitankan putranya. Namun biaya khitan normal di luaran, masih terasa mahal baginya. Itulah yang menjadi kendalanya.
Belakangan ia mulai menabung, mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. “Sudah lama saya kumpulkan (uang), tapi karena kami juga pas-pasan jadi uang itu belum cukup untuk bawa Yunus sunat, padahal umurnya nambah terus,” ungkap Darwi.
Akhirnya melalui informasi dari temannya, Darwi mendapatkan info tentang layanan pengobatan dan khitan gratis bagi fakir miskin. Layanan itu diselenggarakan Klinik Sahabat Ulil Albab, guna membantu dhuafa, yang sering mengalami kendala biaya dalam berobat ataupun khitan.
Sesudah berkunjung ke klinik dan mendapatkan penjelasan, disepakati waktu pelaksanaan khitan. Akhir Agustus 2018, wajah Yunus berbinar. Ia telah selesai dikhitan.
Tidak lama Darwi dengan tersenyum dan perasaan bahagia, menemui tim medis guna mengucapkan rasa terima kasih. “Saya merasa sangat terbantu, terima kasih ya Bu…terima kasih,” tandasnya kepada dr. Reza, dan Fitri, Ns, S.Kep, manager Klinik Sahabat UA
0 Comments