Ia ditakdirkan terlahir dalam keadaan cacat penglihatan. Namun, itu bukanlah penghalang baginya untuk menggapai prestasi dan cita-cita.
Hal itu dibuktikan Ica Syahputri, gadis remaja, tuna netra berusia 19 tahun. Saat tamat SMA, Ica sangat ingin kuliah di perguruan tinggi negeri. Namun, ia menyadari bahwa untuk kuliah di universitas negeri, membutuhkan usaha dan pengorbanan ekstra.
Apalagi, jurusan yang diincarnya, peminatnya cukup banyak. Tentu, peluangnya pun kecil. Namun, dengan tekad serta dukungan orangtua, ia memantapkan diri untuk mendaftar.
Alhamdulillah lulus. Pada seleksi jalur SBMPTN 2019, ia berhasil mengungguli banyak pendaftar lainnya. Ica berhasil mendapatkan sebuah kursi pada program studi Sastra Inggris di Universitas Negeri Medan (UNIMED). Jurusan ini, merupakan salah satu prodi favorit.
Saat mulai perkuliahan, semua mata kuliah dapat diikuti Ica dengan baik. Kecuali mata kuliah Reading. Keterbatasan penglihatan, menjadi penghalang. Terpanggil oleh rasa solidaritas, teman-teman sekelas banyak yang sigap membantu.
Sementara, untuk setiap tugas rumah yang diberikan dosen, selalu mampu ia selesaikan dengan baik. Saat di rumah, ibunya selalu siap membacakan untuknya.
Sesekali, masih muncul rasa rendah dirinya, saat bergaul dengan teman-teman. Ada perasaan, ia berbeda sendiri. Saat seperti itu, ia memilih berdiam diri.
Namun, sekuat hati ia selalu berusaha menepis munculnya perasaan itu. Ica selalu mengingatkan dirinya, tentang tujuan dan niat awal kenapa ia kuliah. Satu hal yang terus mendorongnya untuk berhasil dalam studi, adalah keinginan memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya.
Ayahnya kuli bangunan. Penghasilan pas-pasan. Hanya dapat membiayai kebutuhan sehari-hari. Jauh dari cukup untuk mendanai kebutuhan kuliah Ica. Keadaan terasa semakin sulit, saat kampus menetapkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Ica, masuk golongan 3. Terbilang mahal. Per semester 2,3 juta rupiah. Semua kondisi itu, dijalani keluarga ini dengan tabah.
Orangtua Ica sangat berperan mendorong dan menyemangati, agar ia selalu optimis. Setiap hari kuliah, Keduanya bergantian, mengantar-jemput Ica. Dari rumah mereka di Titi Kuning, Jl. A.H. Nasution, ke kampus di daerah Pancing, Medan. Lumayan jauh.
Ia selalu diantar, hingga ke pintu kelas. Selanjutnya, teman-temannya mengambil tangan Ica dan menuntun ke tempat duduknya. Saat pulang kuliah, teman-temannya pula, yang mengantarkannya hingga parkiran. Tempat biasa ayah atau ibunya menjemput.
Saat ujian tengah semester pertama, ia didampingi sang ayah, guna membacakan soal. Lalu Ica mendiktekan jawaban, untuk kemudian dituliskan oleh ayahnya.
Kepada Sahabat Pendidikan Ulil Albab, Ica minta didoakan, agar dapat menjalani dan menyelesaikan studi dengan segala keterbatasan yang dimilikinya. Hingga cita-citanya tercapai. Aamiin ■ Devi
Semangat buat ica ????