Bukan hanya menjadi permasalahan di kota saja, tetapi minimnya jumlah bilal mayit telah lama jadi persoalan yang juga dialami oleh kaum muslimin di pedesaan atau pelosok. Bahkan terkadang kondisinya lebih parah. Sangat biasa, untuk penanganan warga yang wafat, terpaksa mereka harus mendatangkan bilal mayit dari desa lain.

Guna turut memberikan solusi, Rabu (20/2’2019), Sahabat Dakwah Ulil Albab, menyelenggarakan “Pelatihan Bilal Mayit”, yang dilaksanakan di Masjid Al Ikhwan, Desa Rumah Kinangkung Sp, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.

Pelatihan dimaksudkan guna menyiapkan kader 10 orang calon bilal mayit. Peserta disuguhi rangkaian edukasi pemahaman dan praktik pengurusan atau penanganan jenazah yang sesuai dengan syariat Islam.

Peserta yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 6 orang perempuan, berasal dari desa Rumah Kinangkung SP, Sala Bulan, dan Hamparan Perak. Pelatihan dibimbing oleh Herman Sembiring, da’i yang tergabung dalam Korp Da’i Pelosok (KDP) Ulil Albab.

“Empat hal yang mesti dilakukan terhadap mayit adalah memandikan, mengafani, menyolatkan, dan menguburkan. Hal tersebut merupakan kewajiban bagi orang yang masih hidup dan dihukumi fardhu kifayah. Artinya harus ada kaum muslimin yang melakukan empat hal tersebut,” jelas Herman Sembiring, saat awal menjelaskan kepada peserta.

Selain dalam rangka pengkaderan, pelatihan ini juga diharapkan menjadi sarana untuk meluruskan berbagai pemahaman khurafat yang tumbuh dan berkembang di masyarakat terkait pemulasaran jenazah.

“Di wilayah tempat tinggal saya, untuk penanganan jenazah, keluarganya harus menyediakan sebuah cincin emas seberat 1 gram. Cincin itu nantinya akan diserahkan pada bilal mayit,” ungkap seorang peserta.

Sungguh miris dan tidak terbayangkan, apabila ahli musibah adalah mereka yang ekonominya sulit. Yang mungkin, untuk membeli peralatan atau bahan fardhu kifayah saja mereka kesulitan. Apalagi untuk menyediakan 1 gram cincin emas bagi sang bilal.

Dalam sesi dialog, pembicara juga mencoba menjelaskan sekaligus meluruskan aneka khufarat sekitar masalah jenazah, antara lain ; anggapan bahwa air bekas mandian jenazah dapat mengobati orang sakit. Ada juga, kebiasaan suami yang istrinya sedang mengandung, tidak diperbolehkan  melakukan proses fardhu kifayah. Dan banyak lagi kebiasaan unik yang masih subur di masyarakat, namun tidak memiliki landasan dalil syariat yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Sudah lama kami ingin belajar fardhu kifayah, tapi kami takut tak bisa bayar ustadznya. Alhamdulillah Ulil Albab mau mengajarkan kami fardhu kifayah dengan suka rela, senang kali kami,” cetus Hendra, pengurus Masjid Al-Ikhwan, yang telah 3 tahun menetap di rumah kenajiran milik masjid tersebut §

 

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *