Pemandangan alam Barus Jahe tidak kalah indah dibanding Berastagi. Dari kejauhan bisa terlihat dua gunung terkenal, yaitu Sinabung dan Sibayak. Jika memutar badan 180°, akan terlihat jejeran perbukitan Gunung Barus dan bukit sekitaran Gajah Bobok yang saat pagi dan sore sering diselimuti kabut awan.

Pada PTQ 1445 yang baru lalu, relawan yang ditugaskan Ulil Albab di sini adalah Nursyafithriyana (Yana). Pemotongan qurban dilaksanakan di Masjid Al-Muttaqin, Desa Tiga Jumpa. Daging 7 ekor kambing dan 1 lembu, didistribusikan ke 8 desa, yaitu Barus Jahe, Juma Padang, Berastagi, Paribun, Suka Julu, Tangkidik, Gurisen dan Ujung Bandar.

Yana yang saat ini menjadi guru tahfidz di Staba Cahaya Firdaus bercerita, disitu muslimnya sangat sedikit. Saat berkunjung ke Desa Suka Julu, ia melihat kondisi masjid yang diapit kiri kanannya oleh tetangga non-muslim. Berada di dalam gang kecil. Area masjid sempit. Hanya bisa digunakan untuk parkir 5-7 kereta saja.

Alhamdulillah tahun lalu ada seorang dermawan yang mewakafkan sebidang tanah miliknya untuk dibangun masjid baru yang lebih luas. Terletak di depan jalan lintas Berastagi – Merek.

Jumlah muslim di Kec. Barus Jahe ini sebanyak 2.708 jiwa, atau sekitar 11% dari total seluruh penduduk yang berjumlah 25.040 jiwa.

Perjuangan dan tantangan dakwah disana luar biasa. Selain dai yang minim, juga jumlah masjid yang masih sedikit dan jauh jaraknya.  Bahkan ada desa yang tidak punya masjid/mushalla. Salah satunya Tangkidik. Untuk shalat 5 waktu, mereka biasa mengerjakan di rumah ataupun gubuk di ladang.

Sedangkan untuk shalat id, tarawih, dan pengajian, warga harus ke Masjid Al-Muttaqin, Desa Tiga Jumpa, yang berjarak 7 kilometer. Kondisi jalannya menantang, mendaki dan menurun. Lampu penerangan jalan juga minim. Sementara tidak semua warga memiliki kendaraan.

“Dulu saya pernah jalan kaki ke masjid, jumpa banyak monyet hutan di jalan. Sempat was-was juga. Untuk berjaga-jaga saya ambil sepotong kayu. Mana tau monyet itu nyerang,” kenang Dodi, warga Tangkidik.

Pernah kejadian juga, saat beberapa warga Tangkidik mau ikut shalat hari raya di Al-Muttaqin, mereka ketinggalan. Warga baru tiba di masjid ketika khutbah sudah tinggal penutup.

“Kalau lihat perjuangan mereka sedih kali. Walaupun di tengah keterbatasan, tapi mereka tetap semangat ke masjid. Walau harus jalan kali sampe 7 kilo. Sedangkan kita di kota yang banyak kemudahannya, masih juga jarang ke masjid,” tutur Yana sembari matanya berkaca-kaca.

0 Comments