Saat muda, ia bekerja sebagai cleaning service di sebuah pesantren, di daerah Medan Tembung. Takdir Allah, melalui kerja keras dan kejujurannya, hanya dalam setengah tahun, Sukarjan (50), naik posisi. Ia diamanahi jabatan staff tata usaha di pesantren tersebut.
Dari 1992 hingga 1997, ia di posisi itu. Di tahun 1997, ia berhenti. Aktifitas barunya, membantu mengurusi toko kecil milik kepala sekolah pesantren tempat ia sebelumnya bekerja. Buah ketekunannya, dalam 3 tahun toko itu menjelma menjadi grosir besar. Sesudah itu ia mencoba mandiri.
Awal tahun 2000, adalah bermulanya Sukarjan terjerumus dunia riba. Saat itu, ia mulai berkenalan dengan MLM dan koperasi peminjaman uang. “Itu awal saya bergelimang riba. Waktu itu saya belum tahu riba. Yang saya tahu, saya harus kerja dan kerja. Hasilkan uang dan uang,” kenangnya.
“Nah, ketika aktif di MLM, saya bisa punya mobil baru dan 3 rumah sewa. Juga bisa jalan-jalan ke luar negeri. Kalau di Koperasi, 2 tahun saja jadi staff biasa. Karena kinerja bagus, saya naik jadi kepala cabang. Itu saya jalani 8 tahun,” tambahnya.
Ternyata, harta yang banyak serta karir yang cemerlang, tidak membuat ia hidup bahagia. Malah, hidupnya dipenuhi masalah. Silih berganti menghampiri.
“Pernah, di MLM, salah satu anggota yang saya percaya, melarikan uang 98 juta. Sudah dicari tetapi tidak ketemu. Akhirnya karena saya leader, sayalah yang mengganti uang itu,” kenangnya.
Sesudah kejadian itu, ia putuskan berhenti dari Koperasi dan MLM. Walau belum banyak tahu, Sukarjan mulai merenung dan merasa, bahwa masalah yang bertubi, dikarenakan pekerjaannya yang terkait riba.
Akhirnya ia mencoba membangun bisnis lain, termasuk menjual bunga. Tetapi tidak berhasil. Saat seperti itu, entah kenapa, ia tergoda menerima tawaran mengelola koperasi kredit barang.
Di tangannya, koperasi itu bangkit. Ekonominya pun kembali bangkit. Ia mengkredit mobil yang disewakannya ke sebuah perusahaan. Hanya 1,5 tahun berjalan, perusahaan bangkrut. Mobil dikembalikan.
Karena tidak sanggup membayar cicilan bulanan, ia berpikir mengembalikan mobil ke leasing. Belum sempat dibalikkan, seorang teman menawarkan melanjutkan kredit, tetapi tetap memakai nama Sukarjan.
Disitulah masalah besar bermula. Ternyata temannya penipu. Beberapa bulan membayar, mobil dilarikan. Sempat lama berurusan dengan polisi dan leasing, akhirnya persoalan itu selesai begitu saja.
Itulah tititk baliknya. Pria yang kini tinggal di Stabat itu, menyesali perbuatannya. “Riba, biang masalah saya,” tegasnya. Akhirnya ia menjual harta yang dianggap hasil riba, guna melunasi semua sisa hutang.
Ia seolah memulai kembali kehidupan dari nol. Kini ia menekuni usaha budidaya cacing. Juga aktif di mushalla dekat rumahnya. Sedangkan istrinya, aktif ikut pengajian serta mengajar ngaji remaja dan lansia.
Sekarang, walau jauh dari cukup, ia merasa lebih bahagia. “Setelah berhijrah, ekonomi tidak menentu. Tapi saya merasa Allah selalu beri kemudahan. Walau tak banyak, yang penting berkah,” tutupnya ■
0 Comments