Dusun Betala, adalah salah satu dusun di Desa Sarilaba Jahe, Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang. Ada 10 keluarga muslim yang mendiami dusun ini, dari total sekitar 100 keluarga yang tinggal disitu.
Biasa, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari warga berkebun dan beternak. Ada yang berkebun di lahan milik sendiri, dan ada juga yang menjadi buruh tani.
Pariono, warga yang dituakan di dusun itu mengatakan, bahwa kebanyakan warganya adalah muallaf. Ia menerangkan, dari 10 keluarga, hanya 3 keluarga saja yang murni memeluk Islam sejak lahir.
“Kita disini memang sedikit, apalagi sebagiannya muallaf. Tapi untuk urusan kerukunan beragama, alhamdulillah sampai saat ini masih baik. Tidak pernah ada singgungan, apalagi sampai menjadi keributan,” terang Pariono tentang hubungan antar umat beragama di Betala.
Yang menjadi kendala, kaum muslimin disitu sulit untuk menjalankan shalat berjamaah. “Untuk shalat kami agak susah. Bukan karena apa-apa, dusun ini belum punya masjid atau mushalla. Kalau mau ibadah, kami harus ke desa. Itupun tidak semua bisa, karena ada warga tidak punya kereta (motor),” tambahnya.
Memang, jarak Dusun Betala ke Desa Sarilaba Jahe tidaklah terlalu jauh. Hanya berkisar 15 menit. Untuk kondisi jalan pun terbilang baik. Namun, apabila hujan turun, jalan yang menanjak membuat lumayan berbahaya untuk dilalui, karena licin dan rawan longsor.
Tidak adanya masjid atau mushalla, menyebabkan aktifitas ke-Islaman jarang berlangsung di dusun ini. Kebanyakan warga melakukan ibadah di rumah masing-masing. Bahkan, jangankan shalat berjamaah, untuk tempat anak-anak mengajipun tidak ada. Mereka mengaji hanya di sekolah.
Dibio Septian, da’i anggota Korps Da’i Pelosok (KDP) Ulil Albab, yang ditugaskan membina muslim Desa Sarilaba Jahe, saat ini juga sedang melebarkan kerja dakwahnya dengan membina muslim di Betala.
Untuk anak-anak, da’i muda ini mengajar ngaji setiap Jum’at dan Sabtu di rumah salah satu warga. Ada 8 anak yang belajar. Program ini sudah berjalan beberapa bulan terakhir.
“Saya ngajarnya di rumah salah satu warga. Pak Wanda namanya. Karena tidak ada tempat khusus, beliau mempersilahkan rumahnya untuk dibuat tempat ngaji. Kadang segan juga lama-lama. Setiap jadwal ngajar anak-anak, selalu beliau disibukkan oleh kami. Bagus juga kalau ada saung kecil untuk tempat khusus ngaji,” harap Dibio.
Selain memberi perhatian terhadap pembinaan anak, Dibio juga rajin membangun komunikasi dengan orangtua setempat. “Setiap hari kalau tidak ada kesibukan, Saya sempatkan bersilaturrahim ke mereka. Saling mengingatkan dan mengajak para orangtua untuk meramaikan masjid di Sarilaba. Karena memang masjid itu tumpuan semua dusun yang ada di Sarilaba, termasuk Betala,” jelasnya.
Pernah juga ia bertanya kepada masyarakat, alasan mereka tidak membuat surau atau mushalla agar tidak perlu jauh-jauh lagi ke Sarilaba. Warga menjawab, bahwa selain karena jumlah mereka yang sedikit, juga karena faktor ekonomi yang masih memprihatinkan ■
0 Comments