Amukan Gunung Sinabung di Karo, kini telah menjadi sebuah kisah bersambung yang siapapun tidak ada yang tahu kapan berakhirnya. Hampir 1,5 tahun warga di beberapa desa sekitar merasakan semburan material erupsi dan awan panas. Namun sangkin sudah terbiasa, belakangan ancaman itu seolah telah menjadi peristiwa yang tidak perlu ditakuti namun cukup diwaspadai.
Puluhan lembaga, organisasi, dan badan bantuan, telah menumpahkan berbagai perhatian. Ada dalam bentuk dana, rumah sementara, natura, pengobatan, dan banyak lagi lainnya.
Walaupun secara eksplisit tidak pernah ada yang menyatakan menyerah atau mengangkat bendera putih tanda keluar dari gelanggang, sangat dimaklumi ketika semakin berkurang saja lembaga yang masih eksis memberikan pertolongan bagi warga terdampak.
Bagi warga yang merasakan langsung efek Sinabung, ketidakpastian kondisi membuat sikap mereka terbelah. Bagusnya, sebagian besar tetap berusaha dan bertahan karena memang tidak ada pilihan.
Lahan bercocok tanam yang rusak tertimbun material erupsi, ditambah beban memenuhi kewajiban tanggung jawab keluarga membuat mereka memutuskan untuk terus berjuang, sekalipun hanya menjadi buruh lepas di ladang orang.
Sebagian kecil kebingungan. Perubahan drastis kehidupan membuat mereka shock. Tidak tahu apa lagi yang harus dikerjakan. Rumah yang tidak lagi aman ditempati, lahan pertanian yang tidak dapat diusahai, serta kesempatan kerja yang terbatas, membuat mereka bertahan dengan hidup prihatin dan mengandalkan bantuan.
Deretan ratusan rumah dan gedung dengan kondisi memutih akibat diterpa debu tidak lagi dihiraukan oleh pemiliknya. Mereka sudah hafal, kalau dibersihkan sekarang, tidak perlu menunggu lama biasanya debu akan kembali singgah.
Tanggal 18-19 Pebruari 2015, Ulil Albab melalui Tim Klinik Sahabat kembali menyapa ratusan pengungsi yang memerlukan layanan pengobatan dan konsultasi kesehatan. Ada 2 desa yang didatangi, Desa Jandi Meriah, Kecamatan Tiganderket, serta Desa Guru Kinayan, Kecamatan Payung.
Suasana dan cerita keprihatinan menjadi menu yang wajib dinikmati para relawan Ulil Albab di tengah pengobatan warga. Simpati dan empati harus dikedepankan agar beban perasaan warga tertumpahkan guna meringankan sesak di dada. Dalam kondisi darurat di lapangan, otomatis berbagai keahlian seketika harus berkumpul di diri relawan, mulai dari medis, psikologi, da’i, adalah diantaranya.
Ketika melaksanakan Aksi Sehat di Desa Guru Kinayan, bangku dan meja panjang di sebuah warung makan menjadi pusat posko Tim Medis Ulil Albab. Tidak terbersit pikiran untuk mengajukan “tempat layanan yang lebih representatif”.
Kondisi prihatin warga sudah cukup untuk menyadarkan bahwa tidak perlu mereka ditambahi beban lain. Cukuplah meja warung menjadi bukti bahwa kepedulian Ulil Albab insya Allah tidak akan pernah putus bagi mereka yang memerlukan.
Sebanyak 147 warga menikmati layanan pengobatan yang dilaksanakan di 2 desa tersebut. Semoga semua kesulitan dan penderitaan akibat erupsi Sinabung segera mereda, amin
0 Comments