Darah dagang memang mengalir deras di keluarga besar Sri Muliani. Mulai dari orang tua, kakak, dan adiknya berprofesi sebagai pedagang dalam berbagai bentuk.
Namun, sebelum melangkah berdagang, Sri -sapaannya-, pernah bekerja sebagai buruh pabrik kaleng di daerah Tanjung Rejo, Medan. Sekian lama bekerja ia merasa kondisi ekonominya tidak akan berubah bila tetap bertahan.
DI tahun 2005 Sri mencoba peruntungan dengan berjualan sarapan pagi. Perlahan usahanya menapak naik. Bahkan untuk menjaga ritme usahanya yang mulai membaik, kondisinya yang sedang mengandung anak kedua tidak membuatnya absen membuka warung. Ia tetap semangat berjualan.
Namun sejak melahirkan Sri terpaksa menutup dagangannya guna mengurus bayinya. Sekian lama vakum alias menganggur, ia mulai merasa tidak betah berdiam diri di rumah. Tidak lama, akhirnya ia memutuskan untuk kembali turun ke kesibukan bisnis.
Kali ini ada yang berbeda. Ia membawa serta Dias, bayi kecilnya yang masih berusia beberapa bulan, menemaninya berjualan. Sri kembali memulai dengan jenis jualan baru, berjualan nugget. Ia memilih daerah Pajak Melati, Medan Sunggal, sebagai tempat usahanya.
Bermodalkan motor tua dan keranjang yang dipasangkan di samping sepeda motor, sambil menggendong bayinya sejak pagi-pagi buta ia sudah berpacu menuju pajak Melati pagi-pagi buta. Sebenarnya ia tidak tega. Ia sering sedih karena melibatkan si bayi dalam perjuangan menjemput rezeki. Namun ia juga melakukan ini demi kebaikan keluarga.
Namun bagaimana lagi ? Suaminya hanyalah seorang buruh serabutan. Bahkan sering sang suami tidak berada di rumah karena harus bekerja. “Kadang berjualan kayu dan kalau ada borongan bangunan bapak juga ikut,” jelasnya.
Akhirnya keterlibatan si bayi membuat Sri memutuskan berhenti jualan nugget. Ia berpikir, tidak layak anak dikorbankan karena urusan pekerjaan. Otaknya pun terus berputar mencari alternatif usaha yang tidak sampai mengorbankan waktunya bersama anak-anak.
Setelah menimbang berbagai hal, dengan modal Bismillah dan uang tabungan sebesar 1 juta rupiah wanita tangguh ini memulai usaha kedai kelontong yang mengambil sedikit tempat di dalam ruangan rumahnya. Memulai dengan modal kecil, barang yang dibelanjakan pun tidak terlalu banyak dan lengkap.
Setelah sekian lama berjualan, Sri sangat ingin menambah barang dagangannya. Kesana kemari ia mencoba mencari tambahan modal, namun selalu menthok dengan berbagai syarat yang tidak dapat dipenuhinya. Sampai akhirnya ia mendengar tentang kiprah Ikhtiar Mandiri Finance (IMF), lembaga pembiayaan Ulil Albab.
“Alhamdulillah saya mendapat info tentang pinjaman IMF dari adik saya yang telah duluan mendapat pinjaman,” ungkapnya. “Saya sangat bersyukur bisa pinjam uang 1 juta tanpa ada bunga dan tambahan biaya lain, terima kasih Ulil Albab ,” tambahnya dengan wajah sumringah.
Saat ini, dengan kedai kelontong di rumah, Sri merasa sangat terbantu karena bisa berjualan membantu ekonomi keluarga sambil tetap memperhatikan perkembangan anak-anaknya. Walaupun warungnya kecil, namun perlahan berbagai barang mulai dilengkapinya. “Alhamdulillah mulai bisa infak, moga jadi berkah untuk saya,” harapnya.
Uang hasil berjualan diputar untuk membeli keperluan warung dan sebagiannya ditabung. “Uangnya saya tabung untuk keperluan mendadak dan biaya sekolah anak, terutama untuk si sulung Deni yang sekarang udah duduk di kelas 1 SMK,” ujarnya.
Sri bermimpi, ia dapat memperbesar kedainya dan menjadi pusat kelontong .. Amin
0 Comments