Jamu Yang Tamatkan 5 Anak Kuliah

Nov 3, 2016 | Layanan Pemandirian | 0 comments

Terminal Pinang Baris Medan, petang jelang maghrib itu sudah beranjak sepi. Keriuhan sudako (angkot), pedagang dan orang-orang yang pulang kerja, sudah terlihat lengang.

Tetapi, applusan kegiatan segera dimulai. Pedagang yang berjualan malam sudah bersiap meramaikan suasana sekitar. Pedagang warung dan gerobak dorong bermunculan. Salah satunya adalah Sri Miswati.

Gerobak dagangan beroda 3 itu sudah mulai disiapkannya sejak sore. Ia biasa berjualan selepas magrib. Beragam jenis jamu yang akan dijual telah tertata rapi di etalase. Beberapa tempat duduk plastik, juga sudah siap menyambut pembeli yang duduk menunggu jamunya selesai diracik.

Dulunya, usaha ini dirintis oleh suaminya, Sugiran. Ia sudah berjualan sejak Pinang Baris diresmikan tahun 1992. Hebatnya, bapak 5 anak ini, melalui dagangan jamu, telah mampu menghantar pendidikan anaknya hingga seluruhnya duduk di bangku perkuliahan. Selain itu, ia juga memiliki 3 anak angkat yang diasuhnya hingga tamat pendidikan tinggi.

Sebelum memutuskan berjualan jamu, Sugiran sempat menjalani profesi sebagai petani dan buruh bangunan. Namun, beberapa kali ia tertipu, sehingga membuatnya sering tidak memiliki uang.

Akhirnya ketika merenung, terlintas ide berjualan jamu. Ide itu muncul ketika suatu waktu ia memperhatikan seorang penjual jamu keliling yang lewat di depannya dengan bersepeda. Namun, itu hanya semangat sesaat. Tidak langsung direalisasikan. Lama-kelamaan, seiring kesibukan, ia lupa ide itu.

Sekian bulan melupakan si penjual jamu, suatu hari, secara tidak sengaja mereka kembali bertemu. Tapi kali ini ada yang berbeda. Dulu awal bertemu, si penjual jamu berkeliling naik sepeda. Sekarang, ia sudah memiliki gerobak jamu baru. Selain gerobak, kendaraannya pun bukan lagi sepeda, tapi sepeda motor.

Saat itu, semangatnya kembali berkobar. “Dia aja bisa kok, kenapa saya tidak,” bisik hati kecil Sugiran. Akhirnya, jualan jamu jadi pilihan usahanya untuk mandiri sekaligus menghidupi keluarga. Pilihannya tepat. Terbukti, hingga kini usaha itu eksis.

Memasuki usia setengah abad, Sugiran sudah tidak sekuat dulu. Fisiknya mulai lemah dan sering sakit. Sang istri, Sri Miswati, harus menggantikan posisinya agar kebutuhan hidup keluarga tetap terpenuhi. Disamping itu, biaya pengobatan Sugiran juga harus dipikirkan. Perlahan modal usaha mulai tergerus.

Alhamdulillah, 3 bulan yang lalu Sugiran bergabung menjadi Mitra Binaan Ikhtiar Mandiri Finance (IMF) lembaga pembiayaan syariah Ulil Albab. Modal usaha yang diterimanya, telah menambah ragam jualannya.

“Alhamdulillah saya sangat terbantu sekali dengan bantuan modal syari’ah IMF ini, semoga makin banyak usaha kecil lainnya yang terbantu,” ujar Sri Miswati

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *